“Diwali Loot”: HD Kumaraswamy Kecam Skema Konversi Properti Bengaluru

Mantan Ketua Menteri Karnataka, H.D. Kumaraswamy, kembali menjadi pusat perhatian setelah mengeluarkan kritik keras terhadap skema baru pemerintah Bengaluru terkait konversi properti. Dalam pernyataannya yang tajam, politisi Partai Janata Dal (Secular) itu menyebut kebijakan tersebut sebagai bentuk “penjarahan Diwali” (Diwali Loot) — menuding pemerintah sedang memanfaatkan momentum festival untuk mengeruk uang dari rakyat.

Latar Belakang: Skema Konversi yang Menuai Polemik

Pemerintah Karnataka baru-baru ini meluncurkan sebuah skema konversi properti di Bengaluru, yang memungkinkan warga mengubah status lahan mereka — dari tanah pertanian menjadi tanah perumahan atau komersial — dengan membayar sejumlah biaya konversi.
Tujuannya, menurut pejabat pemerintah, adalah untuk meningkatkan transparansi, memperluas basis pajak kota, dan mempercepat proses legalisasi lahan.

Namun, menurut Kumaraswamy, skema tersebut hanyalah cara halus untuk menguras kantong rakyat kecil, terutama para pemilik lahan yang telah menunggu bertahun-tahun agar properti mereka disahkan secara hukum.

“Pemerintah ini menggunakan nama reformasi, tetapi yang mereka lakukan hanyalah menjarah rakyatnya sendiri di tengah perayaan Diwali,” ujar Kumaraswamy dalam konferensi pers di Bengaluru.
“Ini bukan kebijakan, ini penjarahan.”

Tuduhan Politik dan Ketimpangan Sosial

Kumaraswamy menuduh bahwa kebijakan tersebut menguntungkan para pengembang besar dan pemilik modal, sementara warga biasa dipaksa membayar biaya tinggi hanya untuk melegalkan tanah mereka sendiri. Ia menuding pemerintah Bharatiya Janata Party (BJP) sebelumnya dan pemerintahan sekarang sama-sama “bermain mata” dengan korporasi properti.

“Rakyat yang sudah membangun rumah dengan tabungan hidup mereka kini dipaksa membayar lagi kepada pemerintah. Sementara para taipan real estate yang punya koneksi politik malah dapat keringanan,” katanya.

Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya menciptakan ketimpangan sosial, tetapi juga memperlebar jurang antara warga menengah bawah dan elit kota yang sudah lama mendominasi kepemilikan tanah di Bengaluru.

Respon Pemerintah Karnataka

Menanggapi tudingan tersebut, pejabat dari Departemen Pembangunan Kota menegaskan bahwa skema konversi ini tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasi masyarakat, melainkan untuk menertibkan ribuan lahan yang selama ini tidak memiliki status hukum yang jelas.

“Kami tidak memaksa siapa pun,” kata salah satu pejabat senior yang enggan disebut namanya.
“Ini adalah kesempatan bagi warga untuk mendapatkan legalitas dan meningkatkan nilai properti mereka secara resmi.”

Namun, pernyataan itu tak cukup untuk meredam kritik. Beberapa aktivis sipil dan kelompok masyarakat juga menyuarakan kekhawatiran bahwa biaya konversi yang tinggi akan menambah beban ekonomi bagi keluarga berpenghasilan rendah, terutama di tengah inflasi dan biaya hidup yang meningkat.

Politik di Balik “Diwali Loot”

Banyak pengamat menilai, serangan Kumaraswamy tidak hanya soal kebijakan, tetapi juga bagian dari strategi politik menjelang pemilu lokal Bengaluru.
Dengan menggambarkan pemerintah sebagai pihak yang rakus dan tidak peka terhadap rakyat kecil, ia berusaha memposisikan dirinya sebagai suara oposisi moral dan populis.

Beberapa analis bahkan melihat istilah “Diwali Loot” sebagai langkah retoris yang cerdas — menghubungkan isu ekonomi dengan sentimen emosional di tengah perayaan festival cahaya, saat warga sedang berjuang menjaga pengeluaran mereka.

Penutup: Antara Reformasi dan Eksploitasi

Debat soal skema konversi properti ini telah membuka kembali diskusi lama di Karnataka: di mana batas antara kebijakan pembangunan dan eksploitasi ekonomi?
Pemerintah mungkin melihatnya sebagai langkah modernisasi, tetapi bagi banyak warga — dan bagi HD Kumaraswamy — ini hanyalah simbol lain dari bagaimana keadilan sosial sering kali dikorbankan atas nama kemajuan.

Dan di tengah lampu-lampu Diwali yang menyala di seluruh Bengaluru, bayangan tuduhan “penjarahan” itu tampaknya belum akan padam dalam waktu dekat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *