Di Assam, gelombang protes kembali mencuat setelah sebuah organisasi mahasiswa terkemuka di negara bagian tersebut menentang arahan terbaru pemerintah yang dianggap menguntungkan para migran Hindu. Aksi ini dipimpin oleh All Assam Students’ Union (AASU), organisasi yang selama ini dikenal vokal dalam isu perlindungan identitas budaya, bahasa, dan hak-hak masyarakat asli Assam.
Arahan pemerintah yang menjadi sorotan adalah kebijakan percepatan proses legalisasi dan pemberian dokumen kewarganegaraan bagi para migran Hindu yang datang dari negara tetangga, khususnya Bangladesh, dengan alasan perlindungan terhadap kelompok minoritas yang mengalami diskriminasi agama di negara asalnya. Pemerintah menyatakan langkah ini sejalan dengan semangat kemanusiaan dan undang-undang kewarganegaraan yang baru.
Namun, AASU menilai kebijakan tersebut mengabaikan semangat Assam Accord 1985, yang jelas-jelas menetapkan batas waktu migrasi legal hingga 24 Maret 1971. Menurut mereka, menerima migran setelah tanggal tersebut—terlepas dari latar belakang agama—akan mengancam keseimbangan demografi, bahasa, dan budaya lokal.
“Kami tidak menolak kemanusiaan, tapi aturan ini harus berlaku sama untuk semua. Jika pemerintah terus memihak kelompok tertentu, itu akan merugikan masyarakat asli Assam,” ujar salah satu pemimpin AASU dalam orasinya.
Aksi protes berlangsung di beberapa kota besar Assam, termasuk Guwahati, Dibrugarh, dan Jorhat. Massa membawa spanduk berisi tuntutan pencabutan kebijakan, sambil meneriakkan slogan-slogan yang menyerukan perlindungan hak-hak masyarakat pribumi.
Selain AASU, sejumlah organisasi sipil dan kelompok pemuda lain ikut bergabung, menandakan adanya konsensus luas di masyarakat terhadap isu ini. Mereka juga mengingatkan bahwa perubahan demografi di masa lalu telah memicu ketegangan etnis dan sosial di wilayah tersebut.
Pemerintah Assam sendiri sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda akan mencabut arahan tersebut, meski menyatakan terbuka untuk berdialog. Situasi ini diprediksi akan menjadi salah satu isu politik panas menjelang pemilihan umum mendatang, mengingat sentimen identitas dan migrasi selalu menjadi topik sensitif di Assam.

