Mbappé Mati Kutu di Hadapan PSG: Konflik yang Tak Terhindarkan?

Kylian Mbappé, megabintang sepak bola Prancis, dikenal dengan kecepatannya yang luar biasa, naluri tajam di depan gawang, dan karisma yang menjadikannya ikon global. Namun, seiring dengan keputusannya meninggalkan Paris Saint-Germain (PSG) dan bergabung dengan Real Madrid, kisahnya dengan mantan klubnya justru berubah menjadi drama penuh ketegangan. Terbaru, sorotan tertuju pada bagaimana Mbappé seolah “mati kutu” ketika berhadapan langsung dengan PSG, baik secara simbolis maupun dalam permainan di lapangan.

Ketegangan yang Meningkat Jelang Kepergian

Hubungan antara Mbappé dan manajemen PSG memburuk sejak ia menolak memperpanjang kontraknya yang habis pada musim panas 2024. Klub merasa dikhianati, mengingat segala dukungan dan posisi istimewa yang diberikan kepadanya selama bertahun-tahun. PSG kemudian menempatkan Mbappé dalam posisi sulit—dicadangkan dalam beberapa laga, diasingkan dari tur pramusim, hingga dipinggirkan dari kegiatan komersial klub.

PSG Tahu Cara Mematikan Ancaman

Pertemuan antara Mbappé dan PSG di lapangan menjadi panggung emosional. Dalam laga kompetitif terakhir mereka, taktik PSG terlihat sangat fokus pada satu hal: mematikan pergerakan Mbappé. Mantan rekan setimnya seakan tahu setiap kebiasaannya—ke mana ia akan berlari, kapan ia akan melakukan cut inside, bahkan bagaimana ia mengatur langkah sebelum menembak. Hasilnya? Mbappé tidak berkutik. Upayanya selalu terbaca, dan tak satu pun dari peluangnya berbuah gol.

Bahkan secara psikologis, PSG bermain pintar. Suporter mereka mencemooh sang mantan idola, membuat suasana tidak bersahabat bagi Mbappé. Sementara para pemain PSG bermain seolah mereka punya sesuatu yang harus dibuktikan—bahwa tanpa Mbappé pun, mereka tetap bisa berjaya.

Ironi Seorang Bintang

Ironisnya, Mbappé justru terlihat tak nyaman menghadapi klub yang membesarkan namanya. Tak hanya dari sisi permainan, tetapi juga dari aura dominasi yang biasanya ia pancarkan. Seorang pemain yang terbiasa menjadi pusat perhatian dan ditakuti, kini justru tampak tak berdaya melawan organisasi yang dulu memujanya. Dalam laga itu, Mbappé bukan hanya kehilangan bola—ia kehilangan pengaruh.

Simbol Dari Perpisahan yang Pahit

Kejadian ini menjadi simbol dari perpisahan yang tak harmonis. PSG ingin membuktikan bahwa mereka lebih besar dari satu pemain, dan Mbappé tampaknya masih belum sepenuhnya bisa melepaskan bayang-bayang klub lamanya. Ia bisa saja telah mengenakan seragam Real Madrid, tetapi “hantu” PSG seolah masih mengikutinya, terutama ketika harus berhadapan langsung.

Akankah Ini Berakhir?

Mbappé kini berada di awal babak baru bersama Real Madrid, dan PSG telah melangkah maju dengan era baru tanpa sang bintang. Namun, jika mereka bertemu kembali di Liga Champions atau laga prestisius lainnya, pertanyaan tetap menggantung: apakah Mbappé akan kembali “mati kutu” di hadapan mantan klubnya, atau justru bangkit untuk membalas semua luka emosional itu?

Satu hal yang pasti, kisah Mbappé dan PSG belum selesai. Ini bukan sekadar kisah transfer—ini adalah duel ego, harga diri, dan sejarah yang terus menunggu lembaran selanjutnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *