Rizky Pellu, Ferdinand Sinaga, hingga Boaz Solossa adalah sederet nama besar pesepakbola asal Indonesia Timur yang berhasil mengukir prestasi di lapangan hijau. Namun di antara deretan pemain itu, ada satu nama yang menonjol dengan kisah perjalanan berbeda: Yanto Basna. Bagi pemain asal Sorong, Papua Barat ini, pendidikan bukan sekadar pelengkap, melainkan penyelamat yang menentukan arah masa depannya.
Awal Perjalanan dari Papua
Yanto Basna lahir dan besar di tanah Papua dengan segala keterbatasan fasilitas. Sejak kecil ia sudah menaruh minat pada sepak bola, bermain di lapangan tanah dengan bola seadanya. Namun, keluarganya tidak pernah mengabaikan pentingnya sekolah. Orangtuanya selalu menekankan bahwa pendidikan adalah pondasi utama yang akan menyelamatkan hidup anak-anak Papua, di samping bakat olahraga.
Dorongan itu membuat Yanto tidak pernah benar-benar meninggalkan bangku sekolah meski jadwal latihannya padat. Ia sadar, karier sepak bola bisa saja berhenti kapan saja akibat cedera atau usia, tetapi ilmu dan pengetahuan akan selalu bertahan.
Menyeimbangkan Bola dan Buku
Ketika meniti karier profesional di klub-klub Indonesia, hingga akhirnya merantau ke Thailand, Yanto tetap melanjutkan pendidikannya. Ia tercatat mengikuti perkuliahan, bahkan berusaha disiplin membagi waktu antara pertandingan dan studi. Bagi banyak atlet, hal ini bukan perkara mudah. Tetapi Yanto meyakini, tanpa pendidikan, hidup setelah pensiun akan jauh lebih sulit.
Kesungguhannya terbukti ketika ia berbicara fasih tentang pentingnya literasi, disiplin akademik, hingga manajemen keuangan bagi atlet muda. Baginya, sepak bola hanyalah salah satu jalan, bukan tujuan akhir.
Inspirasi Bagi Generasi Papua
Keputusan Yanto untuk terus bersekolah meski kariernya di lapangan berjalan baik menjadi inspirasi bagi banyak anak muda Papua. Ia menegaskan bahwa mimpi menjadi pesepakbola tidak boleh melupakan pendidikan. Justru kombinasi keduanya dapat menciptakan masa depan yang lebih aman, baik di dalam maupun di luar lapangan.
Tak jarang, Yanto mengingatkan bahwa banyak pesepakbola Indonesia berakhir kesulitan setelah gantung sepatu karena minimnya pendidikan. Dengan bekal ilmu, seorang atlet dapat melanjutkan hidupnya menjadi pelatih, pengusaha, atau bahkan akademisi.
Pendidikan sebagai Warisan Terbesar
Kini, Yanto Basna bukan hanya dikenal sebagai bek tangguh yang tampil di liga Thailand, tetapi juga sebagai sosok yang menempatkan pendidikan sejajar dengan prestasi olahraga. Kisahnya menegaskan satu hal: gelar juara bisa datang dan pergi, namun pengetahuan akan tetap menjadi penyelamat dalam setiap fase kehidupan.

