Kebijakan imigrasi yang diumumkan pada pertengahan tahun 2020 tersebut memicu kemarahan global. Pemerintahan Trump mengumumkan bahwa visa untuk mahasiswa asing akan dibatalkan jika universitas mereka hanya menawarkan kelas secara daring (online) selama pandemi COVID-19. Kebijakan ini berpotensi memaksa ratusan ribu mahasiswa internasional meninggalkan AS, termasuk banyak dari India.
Universitas Harvard, bersama dengan MIT (Massachusetts Institute of Technology), segera menanggapi dengan mengajukan gugatan hukum terhadap kebijakan tersebut. Mereka berargumen bahwa langkah itu tidak hanya mengancam keberlangsungan akademik mahasiswa, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan tinggi dan inklusivitas global.
Raghav Chadha, lulusan dari London School of Economics dan dikenal sebagai salah satu politisi muda progresif di India, menyatakan solidaritasnya terhadap perjuangan Harvard dalam menghadapi kebijakan tersebut. Dalam sebuah cuitan yang menjadi viral, Chadha menulis: “I wear my colours on my sleeve. Proud to stand with Harvard and every international student fighting for their right to learn. #NoStudentBan”.
Pernyataan tersebut mencerminkan sikap tegas terhadap pentingnya pendidikan global dan akses tanpa diskriminasi bagi mahasiswa dari seluruh dunia. Chadha menekankan bahwa dunia akademik seharusnya melampaui batas-batas geopolitik, terlebih saat dunia menghadapi krisis kesehatan global.
Dukungan dari tokoh-tokoh internasional seperti Chadha menjadi simbol penting dalam tekanan publik terhadap pemerintahan Trump, yang pada akhirnya menarik kembali kebijakan tersebut menyusul gelombang protes dari universitas, sektor bisnis, dan pemerintah asing.
Langkah Chadha juga mendapat pujian dari kalangan mahasiswa dan akademisi di India, yang melihatnya sebagai cerminan dari kepedulian terhadap isu-isu global yang berdampak langsung pada pelajar India di luar negeri.